Minggu, 29 Mei 2011

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)dengan beberapa dasar pertimbangan:
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju

Aturan Perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajibanDaerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri. untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.]
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan), dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu]:
1. melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2. pembentukan negara federal; atau
3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1. Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
3. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5. Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7. Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.[15]
8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
11. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14. Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15. Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

SUMBER :
• http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia
• http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/otonomi-daerah-di-indonesia/

Rabu, 11 Mei 2011

Sektor Pertambangan(pendapatan perkapita)-KEL9

PENDAPATAN PERKAPITA
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.
PENDAPATAN NASIONAL
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut. (wikipedia)
Ranking Pendapatan per kapita (GDP Per Capita) negara-negara menurut versi CIA (Central Intellegence Agency)
Manfaat
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
Faktor yang memengaruhi
• Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.
Konsumsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional
Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
• Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
• Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat.

SEKTOR PERTAMBANGAN
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)
Konsep Kawasan Pertambangan dicirikan oleh prinsip-prinsip :
• Kawasan Pertambangan ditentukan disamping berdasarkan pertimbangan geologi tetapi juga berdasarkan pertimbangan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam sebagai fungsi dari waktu melalui perhitungan biaya-manfaat (cost-benefit). Artinya pemanfaatan bahan galian dapat memberi manfaat yang lebih besar untuk jangka waktu tertentu dibandingkan pemanfaatan sumberdaya alam lain di areal tersebut.
• Penetapan Kawasan Pertambangan berarti di daerah yang bersangkutan strategi pembangunan jelas menempatkan industri pertambangan sebagai prioritas dan sebagai pendorong pembangunan serta dapat mendukung pembangunan sektor-sektor unggulan lain seperti sektor agribisnis dan manufaktur.
• Kawasan Pertambangan, dengan mempertimbangkan aspek sosial-budaya setempat, ditujukan untuk mengoptimalkan nilai tambah dan manfaat bahan galian bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat.
• Kawasan Pertambangan akan memudahkan para investor yang berminat mengembangkan usaha di bidang penambangan, pengolahan maupun jasa pendukungnya.
Fator-faktor yang dapat menjadi pembatas penerapan suatu Kawasan Pertambangan antara lain adalah:
• Kawasan lindung, khususnya hutan lindung dan cagar alam.
• Potensi dampak lingkungan yang mungkin timbul cukup signifikan.
• Penggunaan lahan untuk peruntukan atau kegiatan ekonomi lain, seperti pariwisata.
• Keterbatasan infrastruktur yang tersedia.
• Keterkaitan dengan sumberdaya alam lain.

Sumber:
• http://en.wikipedia.org/wiki/Mining#Mining_industry%29
9 Mei 2011 pukul 16.07
• http://id.wikipedia.org/wiki/Pertambangan
9 Mei 2011 pukul 16.42
• http://industri-tambang.blogspot.com/
10 Mei 2011 pukul 14.21
• http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_perkapita
10 Mei 2011 pukul 14.33
• http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional
11 Mei 2011 pukul 16.56

Senin, 09 Mei 2011

pertambangann

PENGERTIAN
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut. (wikipedia)
Ranking Pendapatan per kapita (GDP Per Capita) negara-negara menurut versi CIA (Central Intellegence Agency)
Manfaat
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
Faktor yang memengaruhi
• Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.
Konsumsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional
Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
• Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
• Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat.












Berdasarkan wikipedia : Pertambangan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk melakukan pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian. Bahan galian disini dapat terdiri dari batubara, minyak atau emas. Sebenarnya kegiatan pertambangan memiliki kegiatan yang berkelanjutan yang dari langkah 1 ke langkah berikutnya dapat mengurangin resiko kerugian dalam tambang. Tapi ada kegiatan yang [...]
http://www.pertambangan.info/category/istilah-tambang






JENIS BAHAN PERTAMBANGAN
Berdasarkan UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral & Batubara, jenis bahan & aktivitas pertambangan yaitu sbb :







































Belum termasuk jenis pertambangan Minyak dan Gas
http://industri-tambang.blogspot.com/


Prospek Reksa Dana Sektoral
Berikut ini adalah artikel yang saya tulis bersama tim riset Infovesta yang baru yaitu Aryacipta Subandrio yang membahas tentang prospek reksa dana saham yang fokus ke satu sektor tertentu. Selamat menikmati.
Saat ini, muncul tren baru pada industri reksa dana saham di Indonesia. Dalam upaya meningkatkan jumlah dana kelolaan dan memberikan pilihan yang lebih banyak kepada investor, para Manajer Investasi (MI) menerbitkan reksa dana saham sektoral. Bagaimana dengan prospek reksa dana saham sektoral tersebut?

Reksa dana sektoral adalah reksa dana yang membatasi investasi dananya pada sektor ekonomi atau segmen indeks tertentu. Pemilihan reksa dana sektoral oleh para MI dikarenakan adanya proyeksi pertumbuhan yang kuat dari suatu sektor ekonomi atau suatu segmen indeks di masa depan, sehingga jika berinvestasi pada sektor tersebut diharapkan dapat memiliki imbal hasil rata-rata di atas pasar.
Umumnya kebijakan investasi yang diterapkan pada reksa dana sektoral adalah minimum sebesar 80% dan maksimum sebesar 100% diinvestasikan pada efek bersifat ekuitas yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia dan masuk ke kategori sektor tertentu sesuai kebijakan investasi serta minimum sebesar 0% dan maksimum sebesar 20% diinvestasikan pada instrumen pasar uang dan/atau setara kas yang mempunyai jatuh tempo kurang dari 1 tahun.
Secara teori, reksa dana sektoral memiliki tiga karakteristik:
1. Fokus pada industri tertentu
2. Pergerakan harga saham yang menjadi portofolio investasi umumnya searah dan memiliki hubungan yang kuat satu sama lain.
3. Pergerakannya lebih labil dari rata-rata pasar
Reksa dana ini ibarat pedang bermata dua; di satu sisi dapat memberi imbah hasil yang luar biasa, di sisi lain dapat memberikan kerugian yang sangat besar; hal tersebut tergantung sektor yang menjadi objek sedang mengalami market trend atau tidak.
Di Amerika, salah satu cerita yang memilukan terkait kinerja reksa dana sektoral adalah cerita reksa dana berbasis perusahaan teknologi pada era 1999 – 2000. Indeks NASDAQ yang mencerminkan kinerja dari perusahaan berbasis teknologi, antara 1998 – 2000 sempat mencapai return 169%. Kemudian terjadi crash, atau di kenal dengan dot.com bubble telah menyebabkan penurunan harga yang signifikan dimana dari titik tertinggi pada tahun Januari 2000 hingga Januari 2011 (11 tahun), Indeks NASDAQ malah minus 39.18%. Meski demikian tidak seluruh reksa dana sektoral itu berisiko tinggi, ada pula sektor reksa dana yang karakternya lebih konservatif seperti yang berbasis consumer goods.
Kinerja Historis Indeks NASDAQ

Sumber : Yahoo Finance, diolah
Bagaimana dengan prospek reksa dana saham sektoral di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut; kami melakukan penelitian mengenai return dan risiko masing-masing sektor yang ada di Indonesia dan perbandingan dengan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dari tahun 2005 – 2010. Hasil risetnya adalah sebagai berikut:
Perbandingan Risk and Return Sektor Saham Vs IHSG
Periode 2005 – 2010
sumber : www.infovesta.com, diolah
Langkah pertama, kami menghitung return tahunan dan rata-rata return tahunan dari 2005 – 2010. Khusus untuk rata-rata return tahunan, kami menggunakan rata-rata geometrik yang mempertimbangkan faktor bunga berbunga. Selanjutnya untuk risiko kami menggunakan satuan pengukuran beta. Semakin besar beta, berarti semakin besar pula riisko suatu sektor. Selanjutkan kami memberikan warna hijau return yang pada periode tersebut lebih tinggi dibandingkan IHSG dan risiko yang lebih rendah dibandingkan IHSG. Sebagai informasi, menunjukkan sensitivitas pergerakan harga dari suatu sektor. Sebagai ilustrasi misalnya beta 1,2 berarti kenaikan sebesar 1% pada IHSG akan menyebabkan sektor tersebut naik 1,2% dan sebaliknya.

Fakta menarik yang kami temukan dari penelitian di atas; Pertama, Tidak ada sektor yang mampu mengalahkan kinerja IHSG setiap tahun selama 6 tahun terakhir. Paling banyak hanya 4 dari 6 periode yaitu sektor konsumsi, pertambangan, pertanian dan Jakarta Islamic Index. Kedua, meski lebih konsisten dibandingkan sektor lainnya dalam menggungguli kinerja IHSG, belum tentu dalam jangka panjang return-nya lebih tinggi karena ada tahun-tahun tertentu dimana kinerja sektor sangat rendah sehingga secara total hasilnya lebih rendah seperti Jakarta Islamic Index. Demikian pula sebaliknya, meski hanya unggul 3 dari 6 periode, ada sektor yang secara total mampu lebih baik daripada IHSG karena pada tahun tertentu membukukan return yang tinggi. Sebagai contoh sektor Manufaktur, Industri Dasar dan Kimia dan Sektor Aneka Industri.
Selanjutnya dari sisi risiko yang diukur dengan menggunakan beta; Dari 12 sektor yang diteliti, ada 6 sektor yang betanya lebih kecil dibandingkan IHSG. Dari 6 sektor tersebut hanya, 3 sektor yang meski risikonya lebih kecil dari IHSG, namun memiliki rata-rata return tahunan yang lebih baik daripada IHSG. Ketiga sektor tersebut adalah Sektor Konsumsi, Manufaktur dan Industri Dasar & Kimia. Hal ini mengindikasikan bahwa pergerakan suatu sektor tidak harus lebih labil daripada IHSG untuk dapat mengungguli kinerjanya. Artinya investor tidak selalu harus menjadi investor high risk high return untuk dapat mengungguli kinerja dari IHSG.
Reksa dana sektoral juga dapat berfungsi sebagai alat lindung nilai, dimana selama pasar bearish, investor dapat berinvestasi pada reksa dana sektor yang memiliki tingkat sensitivitas lebih rendah sementara apabila investor yakin kondisi akan bullish maka dia bisa berinvestasi pada reksa dana yang berfokus pada sektor dengan sensitivitas tinggi. Semakin banyaknya pilihan sektor pada reksa dana sektoral akan memberi investor keuntungan untuk menyesuaikan dengan kondisi pasar yang terus berubah dan mengoptimalkan diversikasi risk-reward portofolio investor.
Jadi kesimpulan akhir dari penelitian kami adalah: Pertama, berdasarkan kinerja historis, kami memperkirakan kinerja reksa dana sektoral dapat mengungguli kinerja daripada IHSG. Kedua, kinerja saham sektoral terkadang tergantung kepada siklus ekonomi. Ada saat-saat dimana suatu sektor diuntungkan misalnya sektor pertanian dan pertambangan dari kenaikan harga komoditas, sektor konsumsi dari meningkatnya pendapatan perkapita, sektor perbankan yang diuntungkan dari rendahnya tingkat suku bunga. Jika investor bisa membaca kondisi tersebut, return investasi dapat dimaksimalkan dengan berinvestasi di sektor yang tepat pada saat yang tepat. Ketiga, kinerja reksa dana sektoral tidak harus lebih labil daripada IHSG untuk dapat mengunggulinya. Beberapa sektor seperti konsumsi dan manufaktur bahkan memiliki beta yang lebih kecil daripada IHSG, tetapi memiliki kinerja jangka panjang yang lebih unggul daripada IHSG.
Akhir kata, tetap perlu diperhatikan bahwa kinerja investasi di masa lalu tidak mencerminkan kinerja investasi di masa yang akan datang. Selamat berinvestasi.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis.
http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2011/05/02/prospek-reksa-dana-sektoral/